Masalah kesehatan di tanah Papua masih saja menjadi buah bibir . Soal  kesehatan masih saja di perbicangkan di berbagai kalangan masyarakat,  sebab berbagai kendala tersu terjadi. Penyakit tertentuyang belum  tertangani secara baik akibat adanya pelayanan kesehatan yang kurang  memuaskan serta minimnya alat-alat kesehatan. Mulai dari Puskesmas  hingga se tingkat Rumah Sakit. Persoalan ini tentu menjadi harapan agar  masalah kesehatan di Papua dapat teratasi dengan baik.Meningkatkatnya  berbagai persoalan kesehatan adalah tanggungjawab bersama terlebih  pemerintah daerah dalam menyelesaikan setiap kasus-kasus penyakit yang  terus menjadi momok dan ketakutan dalm masyarakat seperti HIV/AIDS, TBC  dan DBD serta penyakit lainnya. perlu menaikan derajat kesehatan  masyarakat karena ini adalah suatu kewajiban yang harus  dilakukan. Secara khusus di Papua dengan lahirnya Otonomi Khusus  (Otsus), maka bidang kesehatan mendapat porsi penting dengan alokasi  dana sekitar 15 persen, namun dalam implementasinya justru banyak keluar  dari  amanat tersebut. mungkihkan belum ada perhatian seriu dari  pemerintah daerah ataukah dana-dana tersebut di gunakan untuk  kepentingan pribadi para pejabat yang berwenang. Dari data yang di  himpun tercatat dalam APBD Provinsi Papua tahun 2008, pendidikan hanya  memperoleh anggaran 6,37 persen dari total dana otsus yang besarnya  mencapai Rp 3,59 triliun. Tidak banyak berbeda, anggaran kesehatan hanya  7,49 persen dari total dana Otsus, tentu ini belum sesuai dengan  amanat  alokasi 15 prsen tersebut. Tahun berganti tahun tetap saja dunia  kesehatan Papua menjadi perhatian serius yang belum tersentuh hingga  munculnya keluhan-keluhan masyarakat bahkan petugas kesehatan pun  merasakan minimnya dana yang diberikan untuk meningkatkan kesejahteraan  dan drajat kesehatan masyarakat, mau tidak mau kita harus melawan hal  ini dengan cara apapun.Minimnya bantuan dana pemerintah daerah uuntuk  kesehatan sering disertai dengan berbagai alasan dan kebijakan yang  katanya untuk pengehematan dan singkronisasi oleh biro keuangan Provinsi  Papua.  Akibat adanya Singkronisasi dalam keuangan daerah oleh Biro  Keuangan Provinsi Papua,mengakibatkan dana-dana yang menjadi kebutuhan   di lingkungan Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Papua menjadi berkurang,  sehingga dilakukan penghematan sesuai kebutuhan yang terpenting. Kepala  Seksi HIV, TB dan Malaria Dinkes Provinsi Papua, Dr. Berri Wopari,  mengatakan berkurangnya aliran dana bantuan Pemerintah Provinsi  (Pemprov) Papua dari total 7 Milyar yang diajukan menjadi  3 Milyar.  “Singkronisasi anggaran ini, mengakibatkan kami melakukan beberapa  penghematan dan prioritas program yang terpenting selain memotong mata  anggaran kesehatan pada bidang lainnya,” kata Berri Wopari kepada JUBI  di Kotaraja, pekan lalu.
Ia mengakui dana yang diberikan  direalisasikan sekitar pengujung tahun, sehingga banyak program yang  telah direncakan sejak januari hingga desember banyak yang  tertumpuk.“Perlu ada prioritas pendanaan yang efektif bagi Dinkes  termasuk aliran dana-dana Otonomi Khusus dalam rangka mendukung program  kesehatan di Papua,” harapnya.
Ketika ditanya prioritas program yang  menjadi utama, menurutnya akibat terpangkasnya dana kesehatan tersebut,  prioritas program lebih  mengarah pada pencegahan penyakit HIV/AIDS  serta TBC dan program lainya yang dianggap penting. “Kami memangkas  program lain termasuk beberapa pelatihan bagi petugas kesehatan seperti  yang telah di programkan,” ujar Wopari.Dengan bantuan dana 3 Milyar,  kata Wopari pihaknya akan mengejar target sisa program yang belum  terselesaikan mengingat batas akhir tahun anggaran di bulan Desember  2009. Semua ini berarti pihak Dinas Kesehatan lebih selektif dalam  menguatamakan program terpenting dalam rangka pengetasan penyakit di  masyarakat, namun yang menjadi pertanyaan apakah dana tersebut yang  diajukan memang tidak ada dan tidak bisa di bayar oleh Biro Keuangan  Provinsi Papua yang justru membuat kurangnya pelayanan kesehatan dan  peningkatan kesehatan masyarakat.Menyikapi APBD Papua, Direktur  Eksekutif Institute for Civil Strengthening (ICS) Budi Setyanto,  mengungkapkan khusus  sektor kesehatan ada yang tidak normal dimana  anggaran sektor kesehatan ditahun 2009 sebesar Rp 295,29 miliar atau  5,74% dari APBD dan jika dilihat dari presentase tentunya belum memenuhi  amanat Otsus. “Nilai ini juga belum memenuhi standar World Healt  Organization (WHO) yang menetapkan anggaran kesehatan 15% dari APBD,”  ujar Budi beberapa waktu lalu saat menggelar jumpa pers di  Jayapura. Menurut Budi, pendapatan daerah saat ini mencapai Rp 5,32  triliun sementara dari sisi belanja Rp 5,14 triliun atau surplus Rp 180  milyar.Budi merincikan untuk jumlah belanja daerah Provinsi Papua  ditahun 2009 Rp 5,14 triliun atau turun Rp 306,96 miliar dibanding  anggaran belanja daerah tahun 2008 dengan nilai Rp 5,45 triliun dengan  perincian: belanja tidak langsung Rp 3,15 triliun dan belanja langsung  publik Rp 1,99 triliun. “Perlu adanya perbaikan dan perhatian dari  pemerintah dan masyarakat terhadap kelemahan dan sejumlah permasalahan  di dalam APBD Papua,” harapnya. Berbagai keluhan penggunaan dana-dana  kesehatan di tanah Papua terus menjadi sorotan yang harus di cermati  secara oleh  Gubernur Papua, DPRP, MRP dan DPRD Kabupaten/Kota serta  para stakeholder untuk lebih menaruh perhatian yang serius dan bertindak  sesuai amanat Otsus. Beberapa kasus yang mencuat sebagai dampak  kurangnya perhatian pemerintah pada masalah kesehatan misalnya di RSUD  Wamena pada bulan september 2009 dilaporkan terjadi kekurangan  obat-obatan sehingga sedikit menggangu pelayanan kesehatan sementara  obat- obatan yang rutin telah dianggarkan lewat APBD 2009 belum kunjung  datang saat itu. Jika di ungkapkan satu persatu kasus yang ada pada tiap  daerah tentu sangat banyak, akan tetapi yang dibutuhkan adalah  keseriusan pemerintah menjawab masalah dan tantangan iniSementara  itu,Wakil Gubernur (Wagub) Provinsi Papua, Alex Hesegem menuturkan  bahwa  fasilitas Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dok II Jayapura, perlu  ditingkatkan agar pelayanan untuk masyarakat lebih maksimal.“Fasilitas  seperti alat-alat kesehatan, bangunan dan halaman RSUD Dok II tidak lagi  memadai dan membutuhkan pembenahan,” sambungnya.Wagub Papua  mengakui  setelah dlakukan peninjauan dilihat banyak fasilitas RSUD Dok II sudah  saatnya ditingkatkan karena banyak yang rusak,  sehingga harus di ganti  mengingat jumlah pasien yang datang berobat dari berbagai wilayah di  Papua.“Dengan kondisi fasilitas yang memprihatinkan, pihak RSUD kini  hanya mengandalkan obat-obatan,” tambahnya. Pemerintah Provinsi Papua,  katanya, akan segera melakukan pembenahan fasilitas kesehatan pengadaan  alat-alat kesehatan yang baru, membangun ruang rawat inap dan menyiapkan  kantor guna meningkatan pelayanan kesehatan masyarakat. “Kami akan  melakukan pembenahan dua tahap yaitu tahap pertama kita akan  rehabilitasi atau perbaikan tanpa anggaran yang besar di mana tidak  menggunakan prosedur pelelangan atau tender, kedua dengan perencanaan  matang untuk satu sampai dengan dua tahun anggaran dan harus menggunakan  prosedur tender dan lelang,” jelas Hesegem. Selain melakukan pembenahan  fasilitas RSUD, katanya, pemerintah juga akan tetap fokus untuk  pengadaan obat-obatan dan peningkatan kualitas tenaga medis. “Kami mau  melakukan pembenahan, karena kami mau RSUD Dok II tetap ditempatkan  menjadi RSUD nomor satu  dan menjadi tujuan dan rujukan bagi setiap  kalangan masyarakat di Papua,” ujarnya.Sementara itu,  Direktur RSUD  Abepura, Aloysius Giyai menuturkan bahwa pihaknya bersama karyawan rumah  sakit bertekat menurunkan angka kematian dengan tetap memberi pelayanan  yang terbaik.“Walaupun banyak kekurangan, namun terus memberi  kenyamanan dan pelayan terbaik bagi semua orang yang datang berobat ke  rumah sakit,” ujarnya. Beberapa ruangan masih kurang, lanjutnya,  sehingga tahun 2010 di bangun beberapa ruangan tambahan termasuk gedung 4  (empat) lantai yang memiliki beberapa peralatan medis yang lengkap.  “Sudah menjadi target kami, sehingga kerjasama semua pihak sangat di  harapkan, tandasnya. Dia meminta perhatian pemerintah setelah melihat  secara lansung kekurangan yang masih terdapat dalam rumah sakit ini.  “Beberapa alat kiesehatan yang di upayakan tahun deoan termasuk adanya  tabung gas dan alat pembuat tabung gas serta beberapa gedung apotik dan  pedukung lainnya,” bebernya. Dirinya mengakui bahwa kondisi lingkungan  tempat RSUD Abepura berada saat ini sangat sempit, namun setelah  melakukan konsultasi ke Badan Perencanaan dan Dampak Lingkungan  (Bapedalda) Papua dan Dinas Pekerjaan Umu (PU), maka di mungkinkan untuk  dapat membangun gedung berlantai empat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar