Kapanlagi.com - Kedutaan Besar RI di Washington DC kini terus melakukan berbagai langkah agar masalah Papua di parlemen Amerika Serikat tidak membesar atau dibesar-besarkan oleh pihak-pihak tertentu.
"Meskipun perjalanan RUU itu masih jauh untuk bisa menjadi undang-undang, kami tetap akan mewaspadainya," kata Deputy Chief of Mission KBRI di Washington DC,Andri Hadi Senin.
Menurut Andri Hadi, selama ini ada kesalahpahaman mengenai posisi RUU tersebut yang seolah-olah sudah menjadi keputusan di Kongres. Padahal RUU (HR 2601) itu baru menjadi undang-undang jika melewati Senat.
"Di Senat pun RUU-nya harus dibahas dulu," katanya.
Dia mengatakan, tampaknya ada kesengajaan oleh pihak-pihak yang tidak suka pada stabilitas di Indonesia dengan cara "memelintir perkembangan di Kongres tersebut" kepada masyarakat, termasuk kepada masyarakat di Papua.
Oleh sebab itu, katanya, perkembangan di Kongres AS itu tidak perlu ditanggapi secara berlebihan, namun juga tidak boleh dianggap kecil.
Bagaimanapun, kata Andri Hadi, harus diakui masuknya wacana mengenai Papua di Kongres adalah suatu langkah besar dari pihak yang ingin menyudutkan Indonesia.
Provisi spesifik mengenai Papua yang dicatat dari versi HR 2601 yang berada di Senat saat ini salah satunya menyatakan pengambilan suara yang dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 1969, dimana 1.025 pemimpin Papua memilih secara mutlak atau "unanimus" untuk bergabung dengan Indonesia dipenuhi dengan manipulasi.
RUU ini juga mencatat bahwa dari masa-masa itu banyak terjadi pelanggaran HAM, eksploitasi SDM, perusakan lingkungan, dan dominasi komersial perorangan dan kelompok-kelompok tertentu.
AS menyebut-nyebut angka korban jiwa di kalangan warga Papua lebih dari 100.000 orang.
Andri Hadi mengatakan, langkah-langkah yang kini dilakukan KBRI Washington DC antara lain mencegah jangan sampai wacana Papua tersebut menjadi undang undang.
"Kami terus melakukan lobi ke pihak Senat. Banyak senator yang tetap mendukung Indonesia dalam masalah ini," katanya.
"Memang, tidak semua aktifitas di KBRI kami umumkan ke publik, tapi yang jelas kami di KBRI selalu `all out`(melakukan semua hal, red) dalam diplomasi ke berbagai kalangan di AS. Lobi di Kongres juga terus kami lakukan, misalnya lewat forum 'Friend of Indonesia'," tambahnya.
Sejumlah anggota Kongres yang menggalang dukungan untuk kemerdekaan Papua berasal dari Congressional Black Caucus (CBC), menurut Andri Hadi, kemungkinan juga tidak benar-benar memahami perkembangan positif di Papua saat ini.
"Mereka mungkin hanya ikut tanda tangan saja, tidak memahami situasi Papua yang sebenarnya,` katanya.
Selain itu, jika masalah HAM di Papua yang sering diekspose maka tidak relevan jika kemudian dikaitkan dengan mempermasalahkan NKRI.
Pada saat ini Pemerintah Indonesia sudah memberlakukan Otonomi Khusus bagi Papua sehingga masyarakat di propinsi tersebut memperoleh hak-hak yang lebih besar. Selain itu Pemerintah RI saat ini juga sangat tegas soal penegakan HAM dan tidak akan memberi toleransi kepada para pelanggaran HAM.
Kemajuan-kemajuan tersebut harus diketahui oleh Kongres AS sehingga mereka mengerti kondisi di lapangan.
Seperti diberitakan sebelumnya, salinan dari RUU dari House of Representative tersebut sudah tersebar hingga ke Papua dan seolah-olah mengesankan bahwa pihak-pihak yang menginginkan pemisahan Papua dari Indonesia telah didukung oleh AS.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pekan lalu juga menyesalkan upaya pihak-pihak tertentu di AS yang ingin mencampuri masalah Papua yang merupakan urusan dalam negeri Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar